Rabu, 27 Juni 2012

Indonesia Negara Gagal?

.Al Amin Nur Nasution ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis dinihari , 10 April 2008, di hotel mewah Ritz Carlton, Jakarta. Bersama anggota Komisi Kehutanan DPR dan Ketua PPP Wilayah Jambi itu diringkus pula Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bintan, Azirwan, dua stafnya, dan seorang wanita muda.
KPK menuduh Amin menerima suap dari Azirwan guna mengalihkan fungsi hutan lindung di Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Sebagai barang bukti disita uang Rp 71 juta dan 33.000 dollar Singapore. Peristiwa ini menjadi berita besar, terutama di segmen hiburan TV, karena Amin adalah suami penyanyi terkenal Kristina.
Sore harinya, KPK menangkap dan menahan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah. Ia dituduh menyalah-gunakan Rp 100 milyar dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) milik BI. Uang itu, Rp 68,5 milyar, dipakai membantu penyelesaian perkara pidana sejumlah bekas pejabat BI. Diduga untuk menyuap para pejabat hukum. Sisanya, Rp 31,5 milyar, diberikan ke sejumlah anggota DPR. Waktu itu, tahun 2003, DPR sedang membahas revisi Undang-Undang BI. Sejumlah anggota DPR diperiksa, walau belum ada yang dinyatakan sebagai tersangka.
Tahun lalu, bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Rochmin Dahuri yang diadili dalam perkara penyalahgunaan keuangan di departemennya, membongkar banyak nama politisi yang   menerima uang darinya. Dunia politik Indonesia pun terguncang. Para politisi ramai-ramai membantah. Hanya mantan Ketua MPR Amien Rais yang berani tampil secara kesatria. Ia mengakui menerima dana sekitar Rp 200 juta dari Rochmin dan ia gunakan untuk kampanye pemilihan Presiden (Pilpres).
Tapi Amien tak kepalang tanggung. Ia sekalian bertekad membongkar segala macam permainan dana politik yang terjadi selama ini, termasuk bantuan dari Amerika Serikat untuk salah satu pasangan calon Presiden (Capres).
Tekad Amien tak kesampaian. Ia kemudian bertemu Presiden SBY di Lapangan Terbang Halim Perdanakusumah Jakarta, lalu isu dana politik yang menjadi silang-sengketa itu diselesaikan secara ‘’adat’’. Kasus itu pun hilang dari wacana, dan Amien Rais tak pernah diadili dalam urusan dana Rochmin. Klop.
Namun sesungguhnya masalah mendasar tak pernah diselesaikan. Maka kasus Amien Rais, dana YPPI untuk DPR, atau kasus Al Amin Nasution dan semacamnya akan terus bermunculan. Para anggota DPR atau kaum politisi boleh marah pada group Slank. Tapi ejekan dalam lagu mereka bahwa di mata Mafia Senayan UUD adalah singkatan dari Ujung-Ujungnya Duit, kian lama akan kian sulit dibantah. Keterlibatan para politisi dengan korupsi – baik di legislatif mau pun eksekutif — adalah isu sehari-hari.
Itu tak lain karena Indonesia telah terjebak dengan sistem politik yang amat koruptif. Sebuah sistem yang menyebabkan para pelaku politik harus melakukan korupsi untuk mempertahankan eksistensinya. Bagaima bisa begitu?
Sejak reformasi 1998, Indonesia menggunakan sistem politik dan ekonomi liberal. UUD 1945 dirombak, DPR kemudian memproduksi begitu banyak undang-undang politik atau ekonomi yang pada prinsipnya adalah liberal.
Sekadar contoh, pekan ini, DPR menyetujui undang-undang yang menyebabkan seluruh pelabuhan laut di Indonesia bebas dikelola perusahaan asing. Padahal negeri paling liberal Amerika Serikat saja melarang pelabuhannya dikelola Dubai Port, sebuah BUMN dari Timur Tengah.
Para pendukungnya menyebut Indonesia memasuki era demokratis. Inilah sistem yang katanya ampuh merubuhkan tembok Berlin dan menggulung komunisme di tahun 1990-an. Indonesia dipuja-puji sebagai negara demokrasi terbesar setelah India dan Amerika.

Buku The End of History and the Last Man, yang ditulis Francis Fukuyama, seorang neo-konservatif, di tahun 1992, bagi banyak pendukung sistem liberal di sini, dijunjung seakan kitab suci. Mereka menganggap seluruh dunia merindukan sistem demokrasi liberal, seperti ditulis buku itu, termasuk Indonesia. (Setelah kegagalan Amerika ‘’menyebarkan demokrasi’’ di Iraq, Fukuyama kerepotan dengan bukunya. Pengajar Johns Hopkins University ini kemudian menjadi pengeritik neo-konservatif, kelompok penghasut perang itu).
Dana 26 Juta Dollar dari Amerika
Padahal sebenarnya di tahun 1991, Profesor Samuel P.Huntington dari Universitas Harvard, sudah memberi syarat bagaimana sebuah negara bisa sukses beralih dari sistem otoritarianisme menjadi demokrasi (baca sebagai demokrasi liberal) di dalam buku The Third Wave: Democratization ini the Late Twentieth Century, yang sering jadi rujukan itu.
Huntington menulis bahwa income per capita menjadi syarat demokratisasi. Semakin tinggi income per capita atau pendapatan rata-rata penduduk sebuah negara, semakin mulus peralihan terjadi. Begitu sebaliknya. Negara dengan penduduk miskin yang beralih menjadi demokratis, menurut studi Huntington, kebanyakan akan kembali lagi menjadi otoritarianisme.
Indonesia jelas masuk kategori berpendapatan rendah . Tapi dalam eforia reformasi 1998, siapa peduli petuah Huntington. Apalagi kemudian ternyata ada dana 26 juta dollar dari lembaga donor Pemerintah Amerika Serikat, US-AID, di balik hiruk-pikuk reformasi (lihat artikel Tim Weiner, The New York Times, 20 Mei 1998). Suatu jumlah yang cukup besar untuk menggerakkan apa saja di Indonesia.

Kini, telah 10 tahun reformasi berlangsung. Lihatlah betapa menyedihkan keadaan negeri ini. Yang lebih memilukan sekaligus memalukan, kini Indonesia termasuk di dalam indeks 60 negara gagal tahun 2007 (failed state index 2007). Indeks itu dibuat Majalah Foreign Policy yang berwibawa, bekerja sama dengan lembaga think-tank Amerika, the Fund for Peace.
Banyak ukuran dalam membuat indeks itu. Tapi secara umum disebutkan, antara lain, pemerintah pusat sangat lemah dan tak efektif, pelayanan umum jelek, korupsi dan kriminalitas menyebar, dan ekonomi merosot. Negara paling gagal adalah Sudan, Iraq, Somalia, dan Zimbabwe. Tapi coba bayangkan Indonesia masuk satu jajaran dengan negeri itu, bersama sejumlah negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin, semacam Timor Timur, Myanmar, Konggo, Haiti, Ethiopia, dan Uganda.
Hari-hari ini, berita radio, TV, dan koran dihiasi kisah penderitaan anak-anak kurang gizi dan kelaparan. Nasi aking menjadi salah satu menu rakyat. Itu terjadi hampir merata di seluruh Indonesia. Malah di Makassar dan beberapa kota lain, dilaporkan orang meninggal dunia karena berhari-hari tak tersentuh makanan.
Indonesia dinyatakankan badan kesehatan PBB, WHO, sebagai negara dengan korban flu burung terbanyak di dunia. Penyakit HIV-AIDS berkembang tak terkendali sampai ke daerah terpencil . Serangan diare di mana-mana. Bemacam penyakit aneh – seperti lumpuh layu – bermunculan. aPengangguran melonjak.
Artinya, kini kemiskinan telah merebak. Pantaslah Indonesia dikategorikan negara gagal. PBB memperhitungkan hampir separuh penduduk Indonesia hidup di bawah dua dollar perhari. Bagaimana orang bisa hidup dengan uang Rp 18.000 sehari di tengah harga pangan meloncat tak terkendali?
Adalah pemandangan sehari-hari menyaksikan antrean panjang di pelbagai pelosok Tanah Air. Beras, minyak tanah, minyak goreng, gas, bagi rakyat miskin harus diperoleh dengan antrean berjam-jam. Itu indikator bahwa Pemerintah tak lagi mampu menyediakan barang kebutuhan pokok yang cukup untuk rakyatnya.
Tapi di tengah kemiskinan dan kelaparan itu ada berita bagus: orang kaya Indonesia justru bertambah kaya. Seperti ditulis majalah bisnis Forbes, 13 Desember 2007, pada tahun lalu, kekayaan para konglomerat Indonesia melompat dua kali lipat. Majalah itu menyebutkan kini Indonesia memiliki 40 konglomerat –- dengan kekayaan minimal 120 juta dollar atau lebih Rp 1 trilyun –- dan yang paling kaya adalah Menko Kesra Aburizal Bakrie.
Sepanjang 2007, kekayaan bersih Aburizal meningkat lebih empat kali lipat, menjadi 5,4 milyar dollar. Sungguh menakjubkan. Dengan itu ia menyalib Sukanto Tanoto, pemilik pabrik pulp dan produsen minyak kelapa sawit terbesar, dengan kekayaan 4,7 milyar dollar.
Rakyat tambah miskin, kenapa konglomerat tambah kaya? Terlalu panjang bila itu dijelaskan dengan rinci di sini. Yang pasti, sistem ekonomi liberal di mana pun di dunia ini – termasuk di Amerika Serikat – menjadikan orang kaya yang segelintir jumlahnya selalu bertambah kaya.

Sejatinya sistem ini memang untuk memanjakan orang kaya. Contoh konkret, lihatlah Amerika Serikat yang sedang dilanda resesi. Pemerintah mau pun The Federal Reserve (biasa disebut The Fed, semacam BI di sini) sibuk membantu, menjamin, atau melobi, agar perusahaan besar selamat dari kebangkrutan. Sementara 2 juta pemilik rumah yang kreditnya macet dan dimiliki orang menengah tak dipedulikan. Mereka harus pindah karena rumahnya akan disita.
Itulah persis yang terjadi ketika krisis ekonomi melanda Indonesia di tahun 1998. Para konglomerat diselamatkan Pemerintah atas perintah Bank Dunia dan IMF. BI mengucurkan BLBI lebih Rp 600 trilyun. Umumnya dana ini dikemplang para konglomerat. Sementara itu berapa banyak pengusaha kecil dan menengah yang bangkrut oleh krisis tak sedikit pun dipedulikan Pemerintah.
Banyak perlakuan lain yang mengistimewakan para konglomerat. Misalnya, sejak dibentuk KPK sibuk menangkap dan menjebak para koruptor kelas teri – semacam Mulyana W.Kusumah atau Rochmin Dahuri – tapi tak satu konglomerat pun yang terjerat.

Dua konglomerat penerima BLBI paling besar, Syamsul Nursalim dan Anthony Salim, dinyatakan Kejaksaan Agung tak bisa dituntut karena tak cukup bukti. Beberapa hari kemudian KPK menangkap Jaksa Urip, penyidik kasus itu. Ia tertangkap tangan menerima Rp 6 milyar dari Artalyta Suryani, pembantu Syamsul Nursalim. Tapi konglomerat itu tetap aman-aman saja. Keputusan membebaskannya, sekali pun sudah terbukti ada suap di baliknya, tak pernah diralat. Masih kurang jelas?
Lihat kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Ratusan rakyat menjadi korban. Rumah tenggelam, mata pencarian hilang, tapi sampai kini tak seorang pun yang diseret menjadi terdakwa karenanya.
Malah belakangan Pemerintah menetapkan sejumlah korban akan mendapat ganti rugi dari APBN, bukan dari PT Lapindo Brantas. Padahal sudah terungkap sebelumnya, ada tuduhan kesalahan teknis dalam pengeboran sumur minyak dan gas. Pelan-pelan cerita itu kini menghilang. Semua orang tahu, pemilik Lapindo adalah salah satu orang terkaya Indonesia.
Tulisan ini tentu saja tak ingin mempertentangkan kelas kaya dan miskin. Yang hendak dikatakan bahwa semua gejala yang terjadi adalah konsekuensi dari sistem politik dan ekonomi yang digunakan sejak Indonesia memasuki era reformasi 1998.
DPR Cukup Efektif menghasilkan Uang
Marilah membicarakannya dengan jujur, tanpa dusta atau kepura-puraan. Mari melepaskan topeng-topeng yang kita pakai selama ini. Sistem demokrasi kita sekarang, jelas sebuah sistem yang amat mahal, dan sebagaimana studi Profesor Huntington tadi, terbukti sukses di negeri dengan penduduk berpenghasilan tinggi, bukan negeri miskin semacam Indonesia.
Siapa pun setuju, proses pemilihan Presiden Amerika sangat atraktif dan ideal, menjadi panggung .hiburan bagi dunia. Tapi berapa banyak sudah dollar yang dihabiskan para nominator calon presiden Barack Obama, Hillary Clinton, mau pun John McCain, selama satu tahun ini. Padahal pemilihan yang sesungguhnya baru November 2008, masih 7 bulan lagi.
Semua biaya itu bisa diongkosi rakyatnya karena pendapatan perkapita Amerika Serikat 50.000 dollar. Jelas tak bisa dibandingkan dengan Indonesia yang hanya 1000 dollar lebih sedikit. Sebagai pengumpul dana kampanye terbesar, misalnya, sampai akhir Maret lalu, Senator Barack Obama telah memperoleh 234 juta dollar atau Rp 2,1 trilyun. Dalam bulan Maret saja Obama mendapat dana lebih 40 juta dollar, dengan 218.000 penyumbang baru.
Jumlah fantastis itu tak sulit dihimpun, karena Obama memiliki 1,3 juta penyumbang. Berarti, tiap donator rata-rata tak sampai 200 dollar atau Rp 1,8 juta, masih jauh dari batas maksimal sumbangan perorangan yang diperbolehkan undang-undang, 2300 dollar (sekitar Rp 20 juta). Jumlah itu tentu tak memberatkan bagi para Obamania, termasuk untuk membiayai kampanye pemilihan presiden nanti yang jumlahnya pasti lebih besar, bila Obama lolos ke babak final.
Dana kampanye Hillary Clinton memang kalah dari Obama. Begitu pun sampai sekarang ia sudah memperoleh 175 juta dollar atau hampir Rp 1,6 trilyun. Lihatlah konser musik penyanyi Inggris Elton John, untuk mengumpulkan dana bagi Hillary, di Radio City Music Hall, New York, 9 April lalu. Malam itu saja dari penjualan tiket terkumpul 2,5 juta dollar (Rp 22,5 milyar).
Itulah yang tak mungkin terjadi di sini. Sungguh mustahil negeri ini bisa mengongkosi perhelatan politik yang begitu luks, kalau dengan cara yang jujur. Mana ada rakyat yang mampu menyumbang jutaan rupiah kepada calonnya, sementara untuk hidup sehari-hari saja sudah ngos-ngosan. Padahal sekali pun tak sebesar di Amerika Serikat, proses rekrutmen politik di Indonesia tetap butuh biaya yang sangat besar.
Berbagai perhitungan menyebutkan, untuk kampanye menjadi anggota DPR dibutuhkan dana sedikitnya Rp 1 milyar sampai Rp 3 milyar. Untuk bupati Rp 5 milyar sampai Rp 20 milyar, dan gubernur bisa sampai Rp 100 milyar. Apalagi untuk kursi Presiden, jumlahnya bisa berlipat-lipat. Dari mana dana begitu besar diperoleh?
Karena tak ada sumbangan rakyat – prakteknya rakyatlah yang disumbang politisi — mereka mencari dana politik melalui para konglomerat. Itu sudah menjadi rahasia umum. Hal tersebut dimungkinkan untuk politisi dengan posisi tertentu. Tak heran bila konglomerat menempati posisi istimewa. Mungkin ada pula politisi yang mendapat dana dari negara asing, seperti dituduhkan Amien Rais waktu itu.
Pada prakteknya, sumbangan itu nanti dibagi-bagi dalam jumlah kecil, disesuaikan dengan batasan undang-undang. Lalu dicarikan alamat untuk diatas-namakan sebagai penyumbang. Ini jelas penipuan atau praktek korupsi yang lain. Pada Pilpres 2004, misalnya, KPU menemukan alamat penyumbang yang tak jelas. Tapi mana mau KPU mengusutnya. Tampaknya semua sudah tahu sama tahu.
Sumber dana yang lain adalah lembaga negara, apakah departemen, BUMN, atau DPR. Bank BUMN kabarnya termasuk institusi yang efektif dalam mengumpulkan dana kampanye. Begitu pula jabatan penting di daerah. Semakin bergigi sebuah lembaga, semakin efektif ia sebagai kolektor dana politik.
Dengan wewenang yang cukup besar dalam sistem ini, DPR cukup ampuh sebagai mesin pengumpul uang. Apakah melalui pembuatan undang-undang, pengawasan, penyusunan anggaran, atau berbagai aktivitas lain. Buktinya adalah Al Amin Nur Nasution dan kasus yayasan BI. Jadi sebenarnya Al Amin-Al Amin yang lain yang berada di luar penjara jumlahnya lebih banyak lagi. Apalagi sebentar lagi ada Pemilu.
Sesungguhnya apa yang dialami Indonesia, sudah terjadi di Rusia di tahun 1990-an. Sistem politik dan ekonomi liberal disyaratkan IMF dan Bank Dunia untuk Rusia setelah tumbangnya rezim komunis Uni Soviet. Ternyata itu bukan resep yang pas tapi Boris Yeltsin, pemimpin Rusia waktu itu, melaksanakannya dengan patuh.
Kenyataan yang terjadi, politik menjadi kacau-balau dan ekonomi hancur-hancuran. Pada masa itulah bisa dilihat di layar televisi rakyat mengikuti antrean berkilometer di tengah hutan salju, hanya demi sepotong roti. Semua berubah setelah Vladimir Putin menggantikan Yeltsin, akhir 1999.
Belum setahun, April 2000, Carnegie Endowment, sebuah lembaga think-tank dari Washington, melaporkan sejumlah indikator yang mebiarawatijukkan tanda-tanda kebangkitan ekonomi Rusia. ‘’Minyak dan gas tak menonjol dalam pemulihan ekonomi ini,’’ begitu laporan Carnegie Endowment yang dirilis 4 April 2000.
Sulap apa yang dilakukan Putin? Ia campakkan sistem liberal yang dulu dipakai Yeltsin, termasuk hiruk-pikuk pemilihan langsung yang mahal itu. Sejumlah konglomerat nakal yang menangguk untung dari keruhnya kondisi Rusia pada waktu peralihan – dijuluki kaum oligarki – dihadapi Putin. Dan rakyat mendukungnya.
Beberapa di antara mereka lari ke luar negeri. Michail Khodorkovsky, orang terkaya Rusia, harus menjalani hukuman 10 tahun penjara di Siberia. Kini Rusia merupakan salah satu negara dengan perekonomian paling kuat di dunia. Apalagi setelah harga minyak dunia melambung.


Sumber:www. hidayatullah.com

Senin, 25 Juni 2012

Prof.Mohammad Yamin biografi


Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. Lahir di Talawi,Sawah Lunto,Sumatra Barat 24 Agustus 1903
a merupakan putra dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah yang masing-masing berasal dari Sawahlunto dan Padang Panjang. Ayahnya memiliki enam belas anak dari lima istri, yang hampir keseluruhannya kelak menjadi intelektual yang berpengaruh

Moh Yamin mendapatkan pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang, kemudian melanjutkannya ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta. Di AMS Yogyakarta, ia mulai mempelajari sejarah purbakala dan berbagai bahasa seperti Yunani, Latin, dan Kaei. Namun setelah tamat, niat untuk melanjutkan pendidikan ke Leiden, Belanda harus diurungnya dikarenakan ayahnya meninggal dunia. Ia kemudian menjalani kuliah di Recht Hogeschool (RHS yang kelak menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Jakarta dan berhasil memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada tahun 1932.

Karya dan Karir

Mohammad Yamin memulai karier sebagai seorang penulis pada dekade 1920-an semasa dunia sastra Indonesia mengalami perkembangan. Karya-karya pertamanya ditulis menggunakan bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatera, sebuah jurnal berbahasa Belanda pada tahun 1920. Karya-karya terawalnya masih terikat kepada bentuk-bentuk bahasa Melayu Klasik.
Pada tahun 1922,


Yamin muncul untuk pertama kali sebagai penyair dengan puisinya, Tanah Air; yang dimaksud tanah airnya yaitu Minangkabau di Sumatera. Tanah Air merupakan himpunan puisi modern Melayu pertama yang pernah diterbitkan.
Himpunan Yamin yang kedua, Tumpah Darahku,


muncul pada 28 Oktober 1928. Karya ini sangat penting dari segi sejarah, karena pada waktu itulah Yamin dan beberapa orang pejuang kebangsaan memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal. Dramanya, Ken Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa, muncul juga pada tahun yang sama.


Dalam puisinya, Yamin banyak menggunakan bentuk soneta yang dipinjamnya dari literatur Belanda. Walaupun Yamin melakukan banyak eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya, ia masih lebih menepati norma-norma klasik Bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-generasi penulis yang lebih muda. Ia juga menerbitkan banyak drama, esei, novel sejarah, dan puisi. Ia juga menterjemahkan karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan Rabindranath Tagore.


Perjuangan
Semasa pendudukan Jepang (1942-1945), Yamin bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang BPUPKI, Yamin banyak memainkan peran. Ia berpendapat agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam konstitusi negara. Ia juga mengusulkan agar wilayah Indonesia pasca-kemerdekaan, mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor Portugis, serta semua wilayah Hindia Belanda.


Soekarno yang juga merupakan anggota BPUPKI menyokong ide Yamin tersebut. Setelah kemerdekaan, Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama, dan Yamin dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahannya.
Setelah kemerdekaan, jabatan-jabatan yang pernah dipangku Yamin antara lain anggota DPR sejak tahun 1950, Menteri Kehakiman (1951-1952), Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953–1955), Menteri Urusan Sosial dan Budaya (1959-1960), Ketua Dewan Perancang Nasional (1962), dan Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961–1962).



Pada saat menjabat sebagai Menteri Kehakiman, Yamin membebaskan tahanan politik yang dipenjara tanpa proses pengadilan. Tanpa grasi dan remisi, ia mengeluarkan 950 orang tahanan yang dicap komunis atau sosialis. Atas kebijakannya itu, ia dikritik oleh banyak anggota DPR. Namun Yamin berani bertanggung jawab atas tindakannya tersebut. Kemudian di saat menjabat Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan, Yamin banyak mendorong pendirian univesitas-universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Diantara perguruan tinggi yang ia dirikan adalah Universitas Andalas di Padang, Sumatera Barat.




beliau dituduh melakukan gerakan perebutan kekuasaan pada 3 Juli 1946 dan dihukum penjara selama 4 tahun. Pada 17 Agustus 1948 ia mendapat pengampunan dari Presiden Soekarno dan sejak itu kiprahnya di dunia politik tak pernah surut hingga meninggalnya dengan menjadi anggota kabinet dan anggota legislatif.

Biografi HOS Tjokroaminoto

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto lahir di Desa BukurMadiun, Jawa Timur, 16 Agustus 1882 – meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun
beliau mempunyai 12 anak :
yaitu
  1.  Raden Mas  Oemar Djaman Tjokroprawiro, seorang pensiunan Wedana;
  2. Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto;
  3. Raden Ayu Tjokrodisoerjo, seorang istri almarhum mantan BupatiPurwokerto
  4. Raden Mas Poerwadi Tjokrosoedirjo, seorang bupati yang diperbantukankepada Residen Bojonegoro;
  5. Raden Mas Oemar Sabib Tjokrosoeprodjo, seorang pensiunan Wedanayang kemudian masuk PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) dan Masyumiyang kemudian meninggal di Madiun di zaman yang terkenal denganistilah ’Madiun Affair
  6. Raden Ajeng Adiati;
  7. Raden Ayu Mamowinoto, seorang istri pensiunan pegawai tinggi;
  8. Raden Mas Abikoesno Tjokrosoejoso, seorang arsitek terkenal yang jugapolitikus ulung yang pernah menjadi ketua PSII dan sempat menjabatsebagai menteri di Kabinet Republik Indonesia;
  9. Raden Ajeng Istingatin;
  10. Raden Mas Poewoto;11.
  11. Raden Adjeng Istidjah Tjokrosoedarmo seorang pegawai tinggi kehutanan;
  12. Raden Aju Istirah Mohammad Soebari, seorang pegawai tinggiKementrian Perhubungan.
Tjokroaminoto adalah seorang anak yang pemberani. Karena keberaniannya pulalah maka semasa di bangku sekolah ia sering dikeluarkan dari sekolah yang satu ke sekolah yang lain. Walaupun demikian, karena kecerdasan otaknya, beliau dapat juga masuk ke sekolah OSVIA (Opleidings School Voor Inlandsche Ambtenaren) di Magelang.

 pada tahun 1902 ia berhasil menyelesaikan studinya disana. Tidak begitu mengherankan sebenarnya beliau dapat masuk ke sekolah OSVIA tersebut, karena sudah menjadi tradisi anak-anak priyayi B.B. (Binnenland Bestuur disekolahkan oleh orangtuanya di Sekolah Ambtenar. Tentu saja dengan harapan dapat menjadi seorang pejabat dalam dunia priyayi. Sebagai seorang anak priyayi, Tjokroaminoto tentu saja dijodohkan olehorangtuanya dengan anak priyayi pula yaitu Raden Ajeng Soeharsikin, puteri seorang patih wakil bupati Ponorogo yang bernama Raden Mas Mangoensomo.

Raden Ajeng Soeharsikin, yang setelah menikah menjadi Raden Ayu Tjokroaminoto, dikenal sebagai seorang wanita yang sangat halus budi pekertinya, baik perangainya, besar sifat pengampunannya dan cekatan. Walaupun tidak tinggi pendidikan sekolahnya, namun ia sangat menyukai pengajaran dan pengajian agama. Menurut asal-usulnya, ia keturunan Panembahan Senopati dan Ki Ageng Mangir di Madiun. Keteguhan dan kecintaan Soeharsikin kepada suaminya dibuktikan sejak awal masa pernikahan yang ketika itu dirinya dipaksa untuk memilih antara berpisah dengan orang tuanya atau dengan Tjokroaminoto. Hal ini terjadi ketika Tjokroaminoto berselisih dengan mertuanya.

Perselisihan ini bermula dari perbedaan pandangan di antara keduanya. Tjokroaminoto tidak berhasrat menjadi seorang birokrat sedangkan mertuanya menginginkan tjokroaminoto menjadi birokrat sebab mertuanya masih bersifat kolot dan cenderung elitis. Pada waktuitu, Tjokroaminoto sudah masuk dunia BB, dunia kaum priyayi. Selama tiga tahun ia menjadi juru tulis patih di Ngawi. Perbedaan antara mertua dan menantu ini semakin hari semakin tajam. Sadar akan kenyataan yang dihadapinya, Tjokroaminoto pun mengambil tindakan nekat. Dia meninggalkan rumah kediaman mertuanya tersebut walaupun istrinya sedang mengandung anak pertamanya. Tindakan nekat Tjokroaminoto ini menimbulkan kemarahan bahkan kebencian mertuanya.

Mangoensoemo memaksa anaknya untuk bercerai dengan Tjokroaminoto sebab kepergiannya telah mencoreng martabat dan kehormatan keluarganya. Dihadapkan dengan situasi sulit ini, Soeharsikin secara tegas tetap memilih suaminya, Tjokroaminoto. Jawaban Soeharsikin itu membuat kedua orang tuanya tertegun dan tidak dapat berbuat apa-apa. Ketika Soeharsikin telah melahirkan anak sulungnya, ia bersama anaknya meninggalkan rumah untuk menyusul Tjokroaminoto. Namun, ia berhasil ditemukan oleh pesuruh ayahnya yang menyusulnya.

Serikat Islam (SI) logo
Pada usia 35 tahun, Tjokroaminoto mencapai puncak karirnya sebagai pemimpin Sarekat Islam selama beberapa periode. Tetapi semua gerak langkahnya tidak akan berhasil, jika tidak mendapat dukungan dari istri tercintanya. Dengan ketaatan seorang istri pejuang yang juga ikut membanting tulang mencari nafkah dengan tiada rasa jerih payah. Hidup sang istri yang didorong oleh hati ikhlas dan jujur itu, akhirnya merupakan faktor yang terpenting pula, sehingga Tjokroaminoto menjadi manusia besar di Indonesia yang amat disegani oleh kawan maupun lawannya.

Di puncak popularitasnya Tjokroaminoto sampai disebut sebagai ‘Heru-Tjokro’, simbol datangnya Ratu Adil dalam kepercayaan Jawa. Istilah ‘Heru-Tjokro’ ini sendiri berasal dari terminologi Ratu Adil yang digunakan olehPangeran Diponegoro dengan gelar Sultan Abdul Hamid Herucakra KabirulMukminin Sayidin Panatagama Kalifatul Rasul Tanah Jawa atau lebih dikenaldengan sebutan ‘Herucakra.

Ratu Adil ini dipercaya akan membawa Jawakeluar dari kesengsaraan dan melepaskannya dari penjajahan. Hal ini semakindiperkuat dengan adanya julukan yang disematkan pemerintah kolonial kepadanyayaitu ‘ de Ongekroonde van Java ’ atau Raja Jawa yang tidak bermahkota atautidak dinobatkan.
Dengan gelar yang disematkan seperti itu maka amat wajar jikamasyarakat memiliki ekspektasi yang begitu besar terhadap Tjokroaminoto. Iadiyakini memiliki kemampuan atau kelebihan yang tidak dimiliki manusialainnya. Atau dalam perspektif agama sering disebut dengan Karomah

Sebagai pemimpin besar SI/PSII tak terasa Tjokroaminoto di tahun 1934telah berusia 52 tahun. Pada saat itu beliau sudah mulai sakit-sakitan. Walaupundemikian Tjokroaminoto sampai saat-saat terakhir hidupnya masih terus berjuangbersama SI, dan di kongres XX di Banjarnegara yang diadakan 20-26 Mei 1934 iamasih turut hadir dan inilah kongres SI terakhir yang dihadirinya setelah berjuang lebih dari 22 tahun lamanya di SI/PSII. Di kongres ini okroaminotomemberikan wasiat tertulis ’Program Wasiat  ’ yang merupakan suatu rencana’ Pedoman Umat Islam ’ dan disahkan oleh kongres. Sebelumnya oleh kongresXIX Batavia Maret 1933, ia diserahi tugas penting yang nampaknya hanyadipercayakan padanya untuk menyusun ’  Reglement Umum Bagi Umat Islam
’.Oleh Tjokroaminoto konsep ini diserahkan pada kaum PSII (Partai Sarikat IslamIndonesia) pada tanggal 4 Februari 1934 dan disahkan oleh kongres Banjarnegara1934.Kesehatan Tjokroaminoto sendiri sebenarnya telah menurun sejak kepulangannya dari Sulawesi akhir 1933, 

namun ia terus memaksakan diri untuk bekerja. Sesudah kongres Banjarnegara tersebut rekan-rekan separtainya terusmenasehatinya agar beristirahat dan mengurangi aktivitasnya, namun tidak jugadiindahkan oleh Tjokroaminoto. Tanggal 30 Agustus-2 September 1934 di Paresewaktu berlangsung konferensi wilayah PSII Jawa Timur, ia terlihat pucat danlemah. Tak lama kemudian anaknya, Anwar Tjokroaminoto yang selama initinggal di Jakarta mendapat kabar dari keluarga di Yogyakarta yang mengatakankondisi Tjokroaminoto mulai melemah. Ia mulai tidak bisa berjalan dan badannyamengalami kelumpuhan sebelah sehingga praktis ia hanya bisa terbaring di tempattidur. Akhirnya pada hari
Senin Kliwon, 10 Ramadhan 1353 H , atau tepatnya padatanggal 17 Desember 1934 H.O.S Tjokroaminoto menghembuskan nafasterakhirnya. Beliau dimakamkan di Kuntjen, Yogyakarta.
Sehubungan dengan meninggalnya Tjokroaminoto, 

para pimpinan PSIIpun berkumpul di Yogyakarta hari itu juga. Semisal Agoes Salim, Abikoesno, Kartosoewirjo, Wondoamiseno, Sangadji, dan lainnya. Kaum pergerakan yanglain pun menunjukkan duka cita yang mendalam atas wafatnya Tjokroaminoto.Dalam surat duka citanya Majelis Pertimbangan PPPKI tertanggal 17 Desemberatas nama rakyat Indonesia menyatakan turut berbelasungkawa atas wafatnyaTjokroaminoto. Sedangkan Hoesni Thamrin sebagai wakil resmi PPPKI, pada 21Desember datang berkunjung ke kantor PSII untuk menyatakan belasungkawa.
 Sementara Soekarno, mantan menantunya, menulis surat pada mantan istrinyayang juga anak pertama Tjokroaminoto untuk menyatakan duka citanya yangmendalam. Oetari mengaku terkejut menerima ucapan Soekarno ini dan tidak menyangka Soekarno akan menghubunginya.

Demikian pula pers memberiperhatian atas wafatnya Tjokroaminoto, ini bisa dibaca dalam pemberitaansejumlah surat kabar diantaranya ’Penindjauan’, ’Sinar Pasundan’, ’Sipatahunan’,’Pewarta Surabaja’, ’Matahari’, ’Het Indische Volk’, dan ’Politieke Tribune’.Bahkan Perhimpunan Indonesia Raja di Mesir memperoleh banyak ucapan dukadari umat Islam di Mesir.

Rakyat Indonesia jelas amat kehilangan salah satu putra terbaiknya. Makauntuk menghargai jasa-jasa dan sumbangsihnya kepada negara baik dalam bentuk tenaga, pikiran, bahkan harta benda yang tak dapat dihitung besarnya, berdasarkanS.K. Presiden RI. No.590/1961 Tjokroaminoto pun diangkat menjadi pahlawannasional.






Bung Hatta biografi


 Bung Hatta


Hatta dilahirkan pada 12 Agustus 1902 di Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi, Sumatera Barat) dengan nama Muhammad Athar. Ia merupakan putra dari pasangan Mohammad Djamil asal Batu Hampar, Akabiluru, Lima Puluh Kota dan Siti Saleha asal Kurai, Bukittinggi. Ayahnya merupakan anggota keluarga ulama terkemuka di Minangkabau yang meninggal saat Hatta berusia delapan bulan. Sedangkan ibunya datang dari keluarga pedagang yang terpandang..

Pada tangal 27 November 1956, Bung Hatta memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Pidato pengukuhannya berjudul "Lampau dan Datang".

 Perjuangan

Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karier sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimba pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia.

TJOKROAMINOTO
Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja. Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis.

Di Batavia, ia juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat sebagai Bendahara. Ketika di Belanda ia bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah berkembang iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Ernest Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai orang buangan akibat tulisan-tulisan tajam anti-pemerintah mereka di media massa.

Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di sini Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, "Namaku Hindania!" begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kawin lagi. Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya.

"Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga lebih mencintai hartaku daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku," rutuk Hatta lewat Hindania.
Pemuda Hatta semakin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman sebagai Bendahara Jong Sumatranen Bond Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal Minangkabau yang mukim di Batavia, dan diskusi dengan temannya sesama anggota JSB: Bahder Djohan. Setiap Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan keliling kota.

Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai tanah air. Persoalan utama yang kerap pula mereka perbincangkan ialah perihal memajukan Bahasa Melayu. Untuk itu, menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itupun sudah ia beri nama Malaya. Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan. Bahder Djohan akan mengutamakan perhatiannya pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada soal organisasi dan pembiayaan penerbitan. Namun, “karena berbagai hal cita-cita kami itu tak dapat diteruskan,” kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya.
Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada tahun 1922, terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa. Turki yang dipandang sebagai "Orang Sakit dari Eropa", memukul mundur tentara Yunani yang dijagokan Inggris. Rentetan pantauan peristiwa tersebut ditulis Hatta menjadi serial tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak pembaca. Bahkan banyak surat kabar di tanah air yang mengutip tulisan-tulisan Hatta.
Penghargaan pada M.Hatta
Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002
Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di
 Belanda pada 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres.

Kondisi itu tercipta, tak lepas karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) menginisiasi penerbitan Majalah Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 1916. Hindia Poetra bersemboyan “Ma’moerlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-Rakjatnya!” berisi informasi bagi para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik terhadap sikap kolonial Belanda.
Pergerakan Hatta dalam Indische Vereeniging tak lagi tersekat oleh ikatan kedaerahan, sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam latar belakang daerah. Lagipula, nama Indische –meski masih bermasalah– sudah mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan Kepulauan Nusantara yang secara politis diikat oleh sistem kolonialisme Hindia-Belanda.

Hatta mengawali karier pergerakannya di Indische Vereeniging sebagai bendahara pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia.

Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging menyatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.
Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda. Dan dari sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang terkenal: Indonesia Free.
Pada tahun 1932, Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934. Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Bandaneira selama 6 tahun.
Pada tanggal 9 Maret 1943 setelah datangnya militer Jepang ke Indonesia, Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dimana Hatta dan Soekarno ditunjuk sebagai ketuanya. Soekarno berpikir bahwa ini akan menjadi cara agar mereka bisa mendapatkan dukungan bagi kemerdekaan Indonesia. Pada bulan November 1943, usaha Hatta dan Soekarno untuk bekerja sama dengan pemerintah Jepang diakui oleh Kaisar Hirohito yang dihiasi dengan penghargaan di Tokyo.


Setelah gelombang Perang Pasifik mulai berbalik dengan kekalahan yang dialami oleh tentara Jepang, pemerintah Jepang membubarkan Putera dan diganti dengan Djawa Hokokai pada Maret 1944. Ketika kekalahan mulai membayang di pihak Jepang, Perdana Menteri Koiso Kuniaki mengumumkan pada bulan September 1944 bahwa Jepang akan memberikan kemerdekaan Indonesia dalam waktu dekat.
Sejak saat itu momentum mulai berkumpul untuk kemerdekaan Indonesia.

Didorong oleh sentimen nasionalis Indonesia dan didukung oleh simpatisan dari Jepang seperti Laksamana Maeda. Dalam hal Maeda, ia bahkan mendirikan sebuah forum diskusi yang disebut "Kemerdekaan Indonesia Centre" dan mengundang Hatta serta Soekarno untuk memberikan kuliah tentang nasionalisme. Hal ini diikuti pada bulan April 1945, dengan pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI akan bertemu selama tiga bulan ke depan dan akan memutuskan hal-hal seperti konstitusi dan wilayah yang akan menjadi bagian dari Indonesia.

kumpulan Komik Lucu part 1







KH Agus Salim biografi


 

Haji Agus Salim (lahir dengan nama Mashudul Haq (berarti "pembela kebenaran"); lahir di Kota Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober 1884 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 4 November 1954 pada umur 70 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia.


Agus Salim lahir dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab. Jabatan terakhir ayahnya adalah Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau.
Pendidikan dasar ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia.

Ketika lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.
Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana.

Pada periode inilah Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya.
Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi.

Menikah dengan Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan Suratkabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam.

Perjuangan Dalam Politik


Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto.
Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI antara lain:
anggota Volksraad (1921-1924)
  • anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
  • Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947
  • pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947
  • Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947
  • Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949

Presiden Sukarno dan Agus Salim dalam tahanan Belanda, 1949.
Di antara tahun 1946-1950 ia laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presidentil dan di tahun 1950 sampai akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.

Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas namun Haji Agus Salim dikenal masih menghormati batas-batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik.

Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal.
Ia meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Namanya kini diabadikan untuk stadion sepak bola di Padang.



Pattimura biografi

                                  Sultan Kasimillah
lahir di Hualoy, Seram Selatan .
Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.

                                                        Perjuangan
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.[2] Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.[3] mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan

Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahan dinas militer ini dipaksakan [4] Kedatangan kembali kolonial Belanda

pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura [3] Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa.

Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha.

Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia


(Ini adalah Versi Sejarah jika anda ingin Versi Pemerintah bukan disini)

Biografi Cut Nyak Dien


Cut Nyak Dien merupakan salah satu pahlawan Indonesia sebelum kebangkitan nasional. Cut Nyak dien lahir di Lampadang, Aceh pada tahun 1985. Meninggal di Sumedang pada 6 November 1908. Dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang, Jawa Barat.

Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Cik Ibrahim Lamnga pada usia 12 tahun.
Suami Cut Nyak Dien gugur dalam pertempuran di Gletarum pada Juni 1878. Cut Nyak Dien bersumpah tidak akan menerima pinangan dari laki-laki manapun kecuali laki-laki tersebut bersedia membantu Cut ambar bisa saja memiliki hak cipta.Nyak Dien untuk balas dendam atas kematian suaminya, Teuku Ibrahim.



Pada tahun 1880, Akhirnya cut Nyak Dien menikah lagi dengan seorang laki-laki yang bernama Teuku Umar, ia adalah seorang pejuang yang cukup disegani oleh Belanda. Mulai sekitar September 1893 – Maret 1896 Cut Nyak Dien selalu berjuang bersama sang suami.
Untuk mendapatkan senjata dan berbagai peralatan perang lainnya. Teuku umar berpura pura bekerja sama dengan belanda. Sedangkan istrinya, Cut Nyak Din berjuang secara langsung melawan belanda di Wilayah kampung halaman Teuku Umar. Setelah belanda mengetahui bahwa Teuku Umar berpura pura, Teuku umar bergabung lagi dengan para pejuang

Teuku Umar gugur dalam pertempuan di Meulaboh pada tanggal
11 Februari 1899. Meskipun suaminya telah meninggal dunia, Cut Nyak Dien tetap melanjutkan perjuangannya melawan Belanda dengan bergerilya. Cut Nyak Dien tidak pernah mau berdamai dengan pihak belanda yang disebutnya sebagai kafir-kafir.

Pejuangan cut nyak din dengan bergerilya sangatlah berat karena ia harus keluar masuk hutan. Hal ini menyebabkan ia dan para pasukannya pada kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Cut Nyak Dien kemudian menderita sakit encok dan mata mengalami rabun. Para pengawal merasa kasihan melihat kondisi Cut Nyak din.



Akhirnya mereka membuat kesepatan dengan belanda. Mereka nyatakan bahwa Cut nyak dien boleh ditangkap asal diperlakukan sebagai manusia terhormat dan bukan sebagai penjahat perang. Meskipun status cut nyak din sebagai tawanan, namun ia masih sering didatangi oleh para tamu.
Belanda yang curiga melihat tingkah laku Cut Nyak din mengasingkannya ke Sumedang pada tanggal 11 Desember 1905.



 Cut Nyak dien meninggal di pengasingan. Ia dikenal sebagai pejuang wanita yang berhati baja dan ibu bagi rakyat aceh. Atas jasa jasanya, Cut Nyak Dien diberi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No. 106/1964.

sumber : www.ridwanaz.com

Imam Bonjol Biografi



Biografi Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat 1772 - wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864), adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda, peperangan itu dikenal dengan nama Perang Padri di tahun 1803-1837. Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.

Nama dan gelar

Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab, yang lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat pada tahun 1772. Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat, ia memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan adalah yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Ia akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.


                                                    Riwayat perjuangan
Perang Padri

Tak dapat dimungkiri, Perang Padri meninggalkan kenangan heroik sekaligus traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar 20 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang berbunuhan adalah sesama orang Minang dan Mandailing atau Batak umumnya.

Pada awalnya timbulnya peperangan ini didasari keinginan dikalangan pemimpin ulama di Kerajaan Pagaruyung untuk menerapkan dan menjalan syariat Islam sesuai dengan Mazhab Wahabi yang waktu itu berkembang di tanah Arab (Arab Saudi sekarang). Kemudian pemimpin ulama yang tergabung dalam Harimau nan Salapan meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Raja Pagaruyung Sultan Muning Alamsyah beserta Kaum Adat untuk meninggalkan beberapa kebiasaan yang tidak sesuai dengan Islam.

Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara Kaum Padri (penamaan bagi kaum ulama) dengan Kaum Adat. Seiring itu dibeberapa nagari dalam Kerajaan Pagaruyung bergejolak, dan sampai akhirnya Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Pagaruyung pada tahun 1815, dan pecah pertempuran di Koto Tangah dekat Batu Sangkar. Sultan Muning Alamsyah terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan.

Pada 21 Februari 1821, kaum Adat resmi menyerahkan wilayah darek (pedalaman Minangkabau) kepada Belanda dalam perjanjian yang diteken di Padang, sebagai kompensasi kepada Belanda yang bersedia membantu melawan kaum Padri. Perjanjian itu dihadiri juga oleh sisa keluarga Dinasti Kerajaan Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Tangkal Alam Bagagar yang selamat dari pembunuhan oleh pasukan Padri.

Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang. Dalam hal ini Kompeni melibatkan diri dalam perang karena "diundang" oleh kaum Adat.

Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan paderi cukup tangguh sehingga sangat menyulitkan Belanda untuk menundukkannya. Oleh sebab itu Belanda melalui Gubernur Jendral Johannes van den Bosch mengajak .pemimpin Kaum Padri yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai dengan maklumat "Perjanjian Masang" pada tahun 1824. Hal ini dimaklumi karena disaat bersamaan Batavia juga kehabisan dana dalam menghadapi peperangan lain di Eropah dan Jawa seperti Perang Diponegoro. Tetapi kemudian perjanjian ini dilanggar sendiri oleh Belanda dengan menyerang Nagari Pandai Sikek.

Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum Adat dan kaum Paderi melawan Belanda, kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda, Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Diujung penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau itu sendiri [3]. Bersatunya kaum Adat dan kaum Paderi ini dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah yang mewujudkan konsensus Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah (Adat berdasarkan Agama, Agama berdasarkan Kitabullah (Al-Qur'an)).

Rasa penyesalan Tuanku Imam Bonjol atas tindakan kaum Padri atas sesama orang Minang, Mandailing dan Batak, terefleksi dalam ucapannya "Adopun hukum Kitabullah banyak lah malampau dek ulah kito juo. Baa dek kalian?" (Adapun banyak hukum Kitabullah yang sudah terlangkahi oleh kita. Bagaimana pikiran kalian?)

Penyesalan dan perjuangan heroik Tuanku Imam Bonjol bersama pengikutnya melawan Belanda yang mengepung Bonjol dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus 1837) juga dapat menjadi apresiasinya akan kepahlawanannya menentang penjajahan, serta rincian laporan G. Teitler yang berjudul Akhir Perang Paderi: Pengepungan dan Perampasan Bonjol 1834-1837.

Penyerangan benteng kaum Paderi di Bonjol oleh Belanda dipimpin oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi dengan tentara yang sebagian besar adalah bangsa pribumi yang terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon. Dalam daftar nama para perwira pasukan Belanda, terdapat Mayor Jendral Cochius, Letnan Kolonel Bauer, Mayor Sous, Kapten MacLean, Letnan Satu Van der Tak, Pembantu Letnan Satu Steinmetz. dan seterusnya, tetapi juga terda[at nama-nama Inlandsche (pribumi) seperti Kapitein Noto Prawiro, Inlandsche Luitenant Prawiro di Logo, Karto Wongso Wiro Redjo, Prawiro Sentiko, Prawiro Brotto, dan Merto Poero.

Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwira pribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentara pribumi, Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen (pasukan pembantu Sumenep, Madura). Serangan terhadap benteng Bonjol dimulai orang-orang Bugis yang berada di bagian depan dalam penyerangan pertahanan Padri.

Dari Batavia didatangkan terus tambahan kekuatan tentara Belanda, dimana pada tanggal 20 Juli 1837 tiba dengan Kapal Perle di Padang, Kapitein Sinninghe, sejumlah orang Eropa dan Afrika, 1 sergeant, 4 korporaals dan 112 flankeurs. Yang belakangan ini menunjuk kepada serdadu Afrika yang direkrut oleh Belanda di benua itu, kini negara Ghana dan Mali. Mereka juga disebut Sepoys dan berdinas dalam tentara Belanda.

Penangkapan dan Pengasingan

Setelah datang bantuan dari Batavia, maka Belanda mulai melanjutkan kembali pengepungan, dan pada masa-masa selanjutnya, kedudukan Tuanku Imam Bonjol bertambah sulit, namun ia masih tak sudi untuk menyerah kepada Belanda. Sehingga sampai untuk ketiga kali Belanda mengganti komandan perangnya untuk merebut Bonjol, yaitu sebuah negeri kecil dengan benteng dari tanah liat yang di sekitarnya dikelilingi oleh parit-parit. Barulah pada tanggal 16 Agustus 1837, Bonjol dapat dikuasai setelah sekian lama dikepung.

Dalam bulan Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol diundang ke Palupuh untuk berunding. Tiba di tempat itu langsung ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak, Minahasa, dekat Manado. Di tempat terakhir itu ia meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864. Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di tempat pengasingannya tersebut.
sumber : www.akujagoan.com

Astagfirullah apakah ini dajjal

APAKAH INI KEMUNGKINAN DAJJAL YANG DIMAKSUD ???
Fenomena kemunculan Dajjal dibarengi dengan berbagai kejadian aneh dan perubahan nilai sosial masyarakat dunia, adalah semakin jelas (terang-terangan) melanggar perintah-perintah Tuhan.
Kekacauan berlaku di mana-mana di seluruh dunia; keruntuhan akhlak, peperangan dan pembunuhan berjalan seiring dengan putaran waktu.

Dajjal adalah sosok magis, dia punya kemampuan yang luar biasa, sampai-sampai manusia yang melihatnya mengatakan bahwa dia adalah Tuhan. Dia bahkan bisa menghidupkan orang yang sudah mati !!! dan menyembuhkan segala penyakit !!! ya apa pun penyakitnya, pasti sembuh !!! pasti !!!
Mohd Fauzi berkata, berdasarkan hadis diriwayatkan Anas bin Malik pula, dijelaskan bahawa Dajal berasal daripada keturunan Yahudi Asfahan seperti sabda baginda: “Keluar Dajal daripada Yahudi Asfahan bersamanya 70,000 orang Yahudi.”

“Bagaimanapun, ulama berselisih pendapat mengenai asal keturunan Dajal sama ada ia adalah manusia atau jin. Sesetengahnya berpendapat Dajal adalah syaitan daripada keturunan Iblis yang diikat dengan 70 rantai pada satu tempat di Yaman.

“Tiada siapa mengetahui siapa mengikatnya sama ada Nabi Sulaiman atau orang lain; apabila Allah hendak menzahirkan Dajal pada akhir zaman, maka setiap tahun sebelum kemunculannya, satu rantai yang mengikatnya akan terputus,” 
 
Dajjal mengaku sebagai Nabi, dan tidak menyebarkan agama apapun yang sudah ada di dunia ini, melainkan dia membuat agama sendiri, dan selain itu (anehnya) diapun mengaku sebagai Tuhan. So mana yang bener ( Nabi atau Tuhan ) ?
Hebohnya lagi, dajjal tidak cuma satu, kelak akan muncul 30 dajjal yang semuanya saling mendakwakan dirinya sebagai Nabi, setiap mereka di iringi 70.000 Yahudi, sehingga mereka saling bunuh-membunuh dan terjadilah kerusakan hebat di bumi ini (mungkin sejenis perang antar suku/etnis/keyakinan sesama pengikut Dajjal) yang kemudian merembet ke masalah-masalah lainnya yang ada di bumi ini.

“Tidak akan berlaku kiamat sehingga lahirnya 30 orang Dajal yang pembohong, semuanya mendakwa dirinya rasul Allah. Mereka melimpahkan harta benda dan pada saat itu berlaku banyak fitnah (kerosakan demi kerosakan) dan berlakunya banyak haraj.” Sahabat bertanya: “Apakah itu haraj?” Baginda menjawab: “Pembunuhan demi pembunuhan,” (riwayat Imam Ahmad).


BERITA TENTANG YANG DICURIGAI SEBAGAI DAJJAL. BENARKAH ???


Sebagian memang melihat Dajjal tidak dalam bentuk sosoknya, karena Dajjal bisa saja adalah ideologi, yaitu semacam paham pemikiran yang menyeret manusia membuat kerusakan dan kejahatan di Bumi.

Namun beberapa memberitakan tentang sosok yang berikuti ini :

Sai Baba, lahir dan tinggal di Desa Nilayam Puthaparti, timur Khurasan, tepatnya India Selatan. Rasulullah saw bersabda kepada kami, Dajjal akan keluar dari bumi ini dibagian timur bernama Khurasan (Jamiu at Tirmidzi).

Abû Hurayrah meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:"Hari Kiamat tidak akan datang hingga 30 Dajal (pendusta) muncul, mereka semua berdusta tentang Allah dan Rasul-Nya."


Boleh jadi Sai Baba ini adalah salah satu dari 30 dajal-dajal kecil yang akan membuka jalan bagi munculnya al-Masîh al-Dajjâl (Dajjal nantinya akan berperang dengan imam mahdi dan di bunuh oleh nabi Isa as). Wallahu al'am..


Sai Baba mampu menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang lumpuh dan buta, mampu menurunkan hujan dan mengeluarkan tepung dari tangannya. Ia juga mampu berjalan melintasi belahan bumi dalam sekejap, menciptakan patung emas, merubah besi menjadi emas, dan banyak lagi berbagai fitnah yang ditunjukkan oleh Sai Baba kepada ribuan orang - bahkan - jutaan yang datang dari berbagai suku bangsa dan agama.

Saat ini dia sudah memiliki puluhan juta pengikut.



"Dajjal adalah seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah dan berambut keriting..." (HR.Bukhari dan Muslim)


"Di awal kemunculannya, Dajjal berkata, Aku adalah nabi, padahal tidak ada nabi setelahku. Kemudian ia memuji dirinya sambil berkata, Aku adalah Rabb kalian, padahal kalian tidak dapat melihat Rabb kalian sehingga kalian mati (HR.Ibnu Majah)

KEMIRIPAN SAI BABA DENGAN KRITERIA DAJJAL


1) Dajjal seorang laki yang berpostur pendek, gempal, berambut kribo, berkaki bengkok (agak pengkor). Sai Baba seorang yang berpostur pendek dan berambut kribo.


2) Dajjal memiliki mata yang buta. Sai Baba pernah mengalami kebutaan di waktu muda kemudian sembuh kembali.


3) Dajjal datang dan bersama ada gunung roti dan sungai air. Sai Baba memiliki kemampuan mengeluarkan vibhuti (tepung suci) dari udara melalui tangannya.


4) Dajjal memiliki kemampuan berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan depat dan kecepatannya seperti hujan badai atau secepat awan yang ditiup angin kencang. Sai Baba memiliki kemampuan berjalan menjelajahi bumi dalam hitungan kejapan mata.


5) Dajjal mengikuti pengikut yang sangat banyak, bahkan di akhir zaman nanti banyak manusia yang berangan-angan untuk berjumpa dengan Dajjal. Sai Baba memiliki pengikut yang jumlahnya puluhan juta manusia dari berbagai macam suku, bangsa, negara dan agama.


6) Dajjal akan muncul dengan mengaku sebagai orang bijak/ baik, sehingga banyak sekali orang yang tertarik untuk mengikutinya. Sai Baba mengaku sebagai orang yang bijak yang membawa misi perdamaian, cinta kasih menghapuskan segala persengketaan dengan bijaksana.


7) Dajjal akan muncul dan sebagai nabi. Sai Baba memposisikan dirinya sebagai nabi kepada pengikut2nya.


8) Dajjal akang menggunakan nama Al-Masih. Sai Baba mengaku akan menjelma sebagai Isa Al-Masih setelah tahun 2020.


9) Dajjal akan mengaku sebagai Tuhan. Sai Baba mengklaim bahwa dirinya adalah Tuhan penguasa alam semesta.


10) Dajjal akan mendakwahkan agama Allah. Dalam banyak majlis darshanya Sai Baba banyak berbicara tentang Islam, Al-Qur'an dan keharusan untuk memahaminya.


11) Dajjal mampu menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang sakit. Sai Baba memiliki kemampuan menghidupkan orang mati juga menyembuhkan penyakit kanker.


12) Dajjal dapat menurunkan hujan. Sai Baba memiliki kemampuan menurunkan hujan dan mendatangkan air untuk irigasi (di NTT sedang di bangun proyek Sai Baba untuk pengairan di daerah yang kering).


13) Dajjal bisa mengeluarkan perbendaharaan (perhiasan dan harta) dari bangunan yang roboh, lalu perbendaharaan itu akan mengikuti ratunya. Sai Baba mampu menciptakan patung emas, kalung emas, injil mini dan berbagai bentuk medalai berlafadz ALLAH dalam sekejap.


14) Dajjal akan membunuh seseorang dan menghidupkannya kembali. Sai Baba bisa menghidupkan orang yang sudah meninggal dunia.


15) Dajjal bisa berpindah raga dan tempat dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Sai Baba bisa berpindah dari satu jasad ke jasad lainnya yang merupakan benruk reinkarnasi dirinya.


16) Dajjal bisa membesarkan tubuhnya. Sai Baba memliki kemampuan berjalan di udara dan membuat kemukjizatan pada sebuh pesawat terbang.


17) Dajjal biasa keluar masuk pasar dan makanan. Sai Baba juga manusia biasa yang makan dan minum sebagaimana manusia lainnya, ia juga bisa berjalan ke pasar, rumah sakit, proyek irigasi dan tempat lain yang biasa dikunjungi manusia.


18) Dajjal bisa memerintahkan bumi untuk mengeluarkan tumbuh2an dan air. Sai baba bisa mengeluarkan air dengan hentakan kakinya.


19) Dajjal tidak memliki anak. Sai Baba mandul, ia tidak beranak dan tidak berkeluarga (tidak menikah).


20) Dajjal memimpin orang yahudi. Sai Baba memiliki misi menyebarkan teologi zionis.


21) Dajjal muncul di zaman pertikaian. Sai Baba mengklaim bahwa ia datang dari masa banyak pertikaian dan persengketaan, dan kedatangannya untuk menegakkan kebenaran dan membinasakan kejahatan.

sumber :http://karenaislamagamaku.blogspot.com