Senin, 25 Juni 2012

Biografi HOS Tjokroaminoto

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto lahir di Desa BukurMadiun, Jawa Timur, 16 Agustus 1882 – meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun
beliau mempunyai 12 anak :
yaitu
  1.  Raden Mas  Oemar Djaman Tjokroprawiro, seorang pensiunan Wedana;
  2. Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto;
  3. Raden Ayu Tjokrodisoerjo, seorang istri almarhum mantan BupatiPurwokerto
  4. Raden Mas Poerwadi Tjokrosoedirjo, seorang bupati yang diperbantukankepada Residen Bojonegoro;
  5. Raden Mas Oemar Sabib Tjokrosoeprodjo, seorang pensiunan Wedanayang kemudian masuk PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) dan Masyumiyang kemudian meninggal di Madiun di zaman yang terkenal denganistilah ’Madiun Affair
  6. Raden Ajeng Adiati;
  7. Raden Ayu Mamowinoto, seorang istri pensiunan pegawai tinggi;
  8. Raden Mas Abikoesno Tjokrosoejoso, seorang arsitek terkenal yang jugapolitikus ulung yang pernah menjadi ketua PSII dan sempat menjabatsebagai menteri di Kabinet Republik Indonesia;
  9. Raden Ajeng Istingatin;
  10. Raden Mas Poewoto;11.
  11. Raden Adjeng Istidjah Tjokrosoedarmo seorang pegawai tinggi kehutanan;
  12. Raden Aju Istirah Mohammad Soebari, seorang pegawai tinggiKementrian Perhubungan.
Tjokroaminoto adalah seorang anak yang pemberani. Karena keberaniannya pulalah maka semasa di bangku sekolah ia sering dikeluarkan dari sekolah yang satu ke sekolah yang lain. Walaupun demikian, karena kecerdasan otaknya, beliau dapat juga masuk ke sekolah OSVIA (Opleidings School Voor Inlandsche Ambtenaren) di Magelang.

 pada tahun 1902 ia berhasil menyelesaikan studinya disana. Tidak begitu mengherankan sebenarnya beliau dapat masuk ke sekolah OSVIA tersebut, karena sudah menjadi tradisi anak-anak priyayi B.B. (Binnenland Bestuur disekolahkan oleh orangtuanya di Sekolah Ambtenar. Tentu saja dengan harapan dapat menjadi seorang pejabat dalam dunia priyayi. Sebagai seorang anak priyayi, Tjokroaminoto tentu saja dijodohkan olehorangtuanya dengan anak priyayi pula yaitu Raden Ajeng Soeharsikin, puteri seorang patih wakil bupati Ponorogo yang bernama Raden Mas Mangoensomo.

Raden Ajeng Soeharsikin, yang setelah menikah menjadi Raden Ayu Tjokroaminoto, dikenal sebagai seorang wanita yang sangat halus budi pekertinya, baik perangainya, besar sifat pengampunannya dan cekatan. Walaupun tidak tinggi pendidikan sekolahnya, namun ia sangat menyukai pengajaran dan pengajian agama. Menurut asal-usulnya, ia keturunan Panembahan Senopati dan Ki Ageng Mangir di Madiun. Keteguhan dan kecintaan Soeharsikin kepada suaminya dibuktikan sejak awal masa pernikahan yang ketika itu dirinya dipaksa untuk memilih antara berpisah dengan orang tuanya atau dengan Tjokroaminoto. Hal ini terjadi ketika Tjokroaminoto berselisih dengan mertuanya.

Perselisihan ini bermula dari perbedaan pandangan di antara keduanya. Tjokroaminoto tidak berhasrat menjadi seorang birokrat sedangkan mertuanya menginginkan tjokroaminoto menjadi birokrat sebab mertuanya masih bersifat kolot dan cenderung elitis. Pada waktuitu, Tjokroaminoto sudah masuk dunia BB, dunia kaum priyayi. Selama tiga tahun ia menjadi juru tulis patih di Ngawi. Perbedaan antara mertua dan menantu ini semakin hari semakin tajam. Sadar akan kenyataan yang dihadapinya, Tjokroaminoto pun mengambil tindakan nekat. Dia meninggalkan rumah kediaman mertuanya tersebut walaupun istrinya sedang mengandung anak pertamanya. Tindakan nekat Tjokroaminoto ini menimbulkan kemarahan bahkan kebencian mertuanya.

Mangoensoemo memaksa anaknya untuk bercerai dengan Tjokroaminoto sebab kepergiannya telah mencoreng martabat dan kehormatan keluarganya. Dihadapkan dengan situasi sulit ini, Soeharsikin secara tegas tetap memilih suaminya, Tjokroaminoto. Jawaban Soeharsikin itu membuat kedua orang tuanya tertegun dan tidak dapat berbuat apa-apa. Ketika Soeharsikin telah melahirkan anak sulungnya, ia bersama anaknya meninggalkan rumah untuk menyusul Tjokroaminoto. Namun, ia berhasil ditemukan oleh pesuruh ayahnya yang menyusulnya.

Serikat Islam (SI) logo
Pada usia 35 tahun, Tjokroaminoto mencapai puncak karirnya sebagai pemimpin Sarekat Islam selama beberapa periode. Tetapi semua gerak langkahnya tidak akan berhasil, jika tidak mendapat dukungan dari istri tercintanya. Dengan ketaatan seorang istri pejuang yang juga ikut membanting tulang mencari nafkah dengan tiada rasa jerih payah. Hidup sang istri yang didorong oleh hati ikhlas dan jujur itu, akhirnya merupakan faktor yang terpenting pula, sehingga Tjokroaminoto menjadi manusia besar di Indonesia yang amat disegani oleh kawan maupun lawannya.

Di puncak popularitasnya Tjokroaminoto sampai disebut sebagai ‘Heru-Tjokro’, simbol datangnya Ratu Adil dalam kepercayaan Jawa. Istilah ‘Heru-Tjokro’ ini sendiri berasal dari terminologi Ratu Adil yang digunakan olehPangeran Diponegoro dengan gelar Sultan Abdul Hamid Herucakra KabirulMukminin Sayidin Panatagama Kalifatul Rasul Tanah Jawa atau lebih dikenaldengan sebutan ‘Herucakra.

Ratu Adil ini dipercaya akan membawa Jawakeluar dari kesengsaraan dan melepaskannya dari penjajahan. Hal ini semakindiperkuat dengan adanya julukan yang disematkan pemerintah kolonial kepadanyayaitu ‘ de Ongekroonde van Java ’ atau Raja Jawa yang tidak bermahkota atautidak dinobatkan.
Dengan gelar yang disematkan seperti itu maka amat wajar jikamasyarakat memiliki ekspektasi yang begitu besar terhadap Tjokroaminoto. Iadiyakini memiliki kemampuan atau kelebihan yang tidak dimiliki manusialainnya. Atau dalam perspektif agama sering disebut dengan Karomah

Sebagai pemimpin besar SI/PSII tak terasa Tjokroaminoto di tahun 1934telah berusia 52 tahun. Pada saat itu beliau sudah mulai sakit-sakitan. Walaupundemikian Tjokroaminoto sampai saat-saat terakhir hidupnya masih terus berjuangbersama SI, dan di kongres XX di Banjarnegara yang diadakan 20-26 Mei 1934 iamasih turut hadir dan inilah kongres SI terakhir yang dihadirinya setelah berjuang lebih dari 22 tahun lamanya di SI/PSII. Di kongres ini okroaminotomemberikan wasiat tertulis ’Program Wasiat  ’ yang merupakan suatu rencana’ Pedoman Umat Islam ’ dan disahkan oleh kongres. Sebelumnya oleh kongresXIX Batavia Maret 1933, ia diserahi tugas penting yang nampaknya hanyadipercayakan padanya untuk menyusun ’  Reglement Umum Bagi Umat Islam
’.Oleh Tjokroaminoto konsep ini diserahkan pada kaum PSII (Partai Sarikat IslamIndonesia) pada tanggal 4 Februari 1934 dan disahkan oleh kongres Banjarnegara1934.Kesehatan Tjokroaminoto sendiri sebenarnya telah menurun sejak kepulangannya dari Sulawesi akhir 1933, 

namun ia terus memaksakan diri untuk bekerja. Sesudah kongres Banjarnegara tersebut rekan-rekan separtainya terusmenasehatinya agar beristirahat dan mengurangi aktivitasnya, namun tidak jugadiindahkan oleh Tjokroaminoto. Tanggal 30 Agustus-2 September 1934 di Paresewaktu berlangsung konferensi wilayah PSII Jawa Timur, ia terlihat pucat danlemah. Tak lama kemudian anaknya, Anwar Tjokroaminoto yang selama initinggal di Jakarta mendapat kabar dari keluarga di Yogyakarta yang mengatakankondisi Tjokroaminoto mulai melemah. Ia mulai tidak bisa berjalan dan badannyamengalami kelumpuhan sebelah sehingga praktis ia hanya bisa terbaring di tempattidur. Akhirnya pada hari
Senin Kliwon, 10 Ramadhan 1353 H , atau tepatnya padatanggal 17 Desember 1934 H.O.S Tjokroaminoto menghembuskan nafasterakhirnya. Beliau dimakamkan di Kuntjen, Yogyakarta.
Sehubungan dengan meninggalnya Tjokroaminoto, 

para pimpinan PSIIpun berkumpul di Yogyakarta hari itu juga. Semisal Agoes Salim, Abikoesno, Kartosoewirjo, Wondoamiseno, Sangadji, dan lainnya. Kaum pergerakan yanglain pun menunjukkan duka cita yang mendalam atas wafatnya Tjokroaminoto.Dalam surat duka citanya Majelis Pertimbangan PPPKI tertanggal 17 Desemberatas nama rakyat Indonesia menyatakan turut berbelasungkawa atas wafatnyaTjokroaminoto. Sedangkan Hoesni Thamrin sebagai wakil resmi PPPKI, pada 21Desember datang berkunjung ke kantor PSII untuk menyatakan belasungkawa.
 Sementara Soekarno, mantan menantunya, menulis surat pada mantan istrinyayang juga anak pertama Tjokroaminoto untuk menyatakan duka citanya yangmendalam. Oetari mengaku terkejut menerima ucapan Soekarno ini dan tidak menyangka Soekarno akan menghubunginya.

Demikian pula pers memberiperhatian atas wafatnya Tjokroaminoto, ini bisa dibaca dalam pemberitaansejumlah surat kabar diantaranya ’Penindjauan’, ’Sinar Pasundan’, ’Sipatahunan’,’Pewarta Surabaja’, ’Matahari’, ’Het Indische Volk’, dan ’Politieke Tribune’.Bahkan Perhimpunan Indonesia Raja di Mesir memperoleh banyak ucapan dukadari umat Islam di Mesir.

Rakyat Indonesia jelas amat kehilangan salah satu putra terbaiknya. Makauntuk menghargai jasa-jasa dan sumbangsihnya kepada negara baik dalam bentuk tenaga, pikiran, bahkan harta benda yang tak dapat dihitung besarnya, berdasarkanS.K. Presiden RI. No.590/1961 Tjokroaminoto pun diangkat menjadi pahlawannasional.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar